Rabu, 13 Juli 2011

kepatuhan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kepatuhan
1. Definisi kepatuhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), kepatuhan diartikan sebagai sikap yang sesuai dengan peraturan yang telah diberikan, sedangkan menurut Azwar (2002) mengatakan bahwa kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa kapatuhan adalah suatu sikap yang akan muncul pada seseorang yang merupakan suatu reaksi terhadap sesuatu yang ada dalam peraturan yang harus dijalankan.
Patuh adalah sikap menerima serta melakukan sesuatu yan dibebankan kepada seseorang dengan rasa ikhlas dan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapapun. (poerwodarminto, 1997). Kepatuhan manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk tindakan (Anwar, 2003).
Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al, 1999).
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.
2. Ciri – Ciri Orang Yang Patuh
a. selalu berpegang teguh pada peraturan yang ada di dalam melaksanakan suatu perbuatan atau kegiatan.
b. selalu berusaha melaksanakan peraturan yang ada dengan sebaik-baiknya.
c. selalu berusaha untuk menerapkan peraturan dalam tindakan.
(Warman, 2006)
3. Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan
a. Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
c. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi.



d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
(Niven, 2002)
4. Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner (2002) adalah:
a. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan.
b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.
c. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan
d. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan.
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003).
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu (Feuer Stein et.al, 1986).
Menurut Suwarno dan Nursalam (2001) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Secara luas pendidikan yang mencangkup seluruh proses kehidupan baik formal maupun informal yang hasilnya merupakan sepe-rangkat perubahan tingkah laku.
Menurut Y.B mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
Menurut Kuncoroningrat dalam nursalam dan Pariani (2001) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi. Sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
UU RI No. 23 tahun 2003 pasal 14 dalam Hamid (2003) jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1) Pendidikan Dasar
Jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtida’iyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. (UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 17)
2) Pendidikan Menengah
Merupakan lanjutan pendidikan dasar berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Menengah Kejuruan (MMK) atau bentuk lain yang sederajat. (UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 18)
3) Pendidikan Tinggi
Merupakan jenjang pendidikan setelah pendi-dikan menengah yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana Magister, Spesialis dan faktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi dapat berbentuk Akademi Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas. (UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 19 dan Pasal 20). Menurut Kuncoroningrat dalam nursalam (2001) pendidikan dapat rendah seseorang menerima informasi mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan, makin tinggi pendidikan seseorang makin sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
c. Tingkat Ekonomi
Sosial ekonomi dapat mempengaruhi keteraturan ANC, keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan ditenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik.
d. Pekerjaan
Menurut Ihromi (1999) wanita bekerja adalah wanita yang melaksanakan kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang ataupun barang, mengeluarkan energi, dan mempunyai nilai waktu. Dalam pengertian ini termasuk istri yang sendiri atau bersama suami berusaha untuk memperoleh penghasilan.
Pekerjaan akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan anc,seorang ibu hamil yang tidak bekerja akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk memerikskan kehamilannya di banding wanita yang bekerja (Yunita, 2009).
e. Dukungan
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan factor penting dalam kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan biaya dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang memeliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat
(Meichenbaun, 1997)
f. Sikap dan Kepribadian
Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal, Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan social yang lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan terhadap lingkunganya. Variabel-variabel demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidak patuhan (Tylor, 1991). Sebagai contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter (Sarafino, 1990).
g. Pemahaman
Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967 menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus di ingat oleh penderita.
h. Perilaku Sehat
Perilaku sehat dapat di pengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan tersebut. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut (Dinicola dan Dimatteo, 1984).

B. Konsep Antenatal Care
1. Definisi Antenatal Care ( ANC )
Antenatal Care merupakan pelayanan yang diterima wanita selama kehamilan dan sangat penting dalam membantu memastikan bahwa ibu dan janin selamat dalam kehamilan dan persalinan. (Mufdlilah, 2009)
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998).
Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Prawiroharjo, 1999).
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan tahu dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada stiap kunjungan antenatal (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi .
(Saifudin, 2002)
2. Tujuan Pemeriksaan Antenatal Care
Menurut Saifuddin. A.B, (2006), asuhan antenatal yang diberikan pada ibu hamil bertujuan untuk:
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif berhasil optimal.


f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
3. Standar Pelayanan Antenatal
Bidan sebagai ujung tombak dalam menurunkan AKI harus menggunakan standar pelayanan kebidanan (standar pelayanan antenatal) dalam menjalankan asuhan antenatal. Terdapat 6 standar pelayanan antenatal, yaitu:
a. Identifikasi ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami, dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilan sejak dini dan secara teratur.
b. Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risiko tinggi/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV, memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
c. Palpasi Abdomen
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkiraan usia kehamilan bila umur kehamilan bertambah memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
d. Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
f. Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal ini (Mufdlilah, 2009).
4. Kunjungan Ibu Hamil
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya, Oleh karena itu kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu : satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dua kali pada triwulan ketiga.
a. Kunjungan pertama (Trimester pertama sebelum minggu ke 14)
1) Membina hubungan saling percaya antara bidan dengan ibu hamil sehingga suatu mata rantai penyelamatan jiwa telah terbina jika diperlukan.
2) Mendeteksi masalah yang dapat diobati sebelum menjadi bersifat mengancam jiwa.


3) Mencegah masalah, seperti tetanus neonatorum, anemia defisiensi besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
4) Memulai persiapan persalinan dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
5) Mendorong perilaku yang sehat seperti (nutrisi, latihan dan kebersihan, istirahat).
b. Kunjungan kedua (Trimester kedua sebelum minggu ke 28)
Sama seperti kunjungan pertama, ditambah kewaspadaan khusus mengenai “Pregnancy Induce Hypertension“ menanyakan ibu tentang gejala-gejala PIH, memantau tekanan darah, mengkaji adanya edema, memeriksa urine untuk melihat proteinuria.
c. Kunjungan ketiga (Trimester ketiga antara minggu 28 – 36)
Sama seperti pada kunjungan. pada Trimester kedua, ditambah palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda.
d. Kunjungan keempat (Setelah 36 minggu)
Sama seperti kunjungan ketiga, ditambah deteksi kelainan letak, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di Rumah Sakit (mufdlilah, 2009).
Asuhan standar minimal yang diberikan pada ibu hamil dalam kunjungan yaitu 14 T yaitu:
1) Timbang berat badan (T1)
Ukur berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil 0,5 kg per minggu mulai trimester kedua.
2) Ukur tekanan darah (T2)
Tekanan darah yang normal 110/80 – 140/90 mmHg, bila melebihi dari140/90 mmHg perlu diwaspadai adanya preeklamsi.
3) Ukur tinggi fundus uteri (T3)
4) Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)
5) Pemberian imunisasi TT (T5)
6) Pemeriksaan Hb (T6)
7) Pemeriksaan VDRL (T7)
8) Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara (T8)
9) Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil (T9)
10) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (T10)
11) Pemeriksaan protein urine atas indikasi (T11)
12) Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi (T12)
13) Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok (T13)
14) Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria (T14)
5. Beberapa faktor penghambat ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya.
Antara lain :
a. Ibu sering tidak berhak memutuskan sesuatu, karena hal itu hak suami atau mertua, sementara mereka tidak mengetahui perlunya memeriksakan kehamilan dan hanya mengandalkan cara tradisional.
b. Fasilitas untuk pelayanan antenatal tidak memadai, tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak memungkinkan kerahasiaan, harus menunggu lama atau perlakuan petugas yang kurang memuaskan (petugas tidak melakukan asuhan sayang ibu).
c. Beberapa ibu tidak mengetahui mereka harus memeriksakan kehamilannya, maka ibu tidak melakukannya.

d. Transportasi yang sulit, baik bagi ibu untuk memeriksakan kehamilan maupun bidan untuk mendatangi mereka.
e. Kurangnya dukungan tradisi dan keluarga yang mengizinkan seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya.
f. Takhayul dan keraguan untuk memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan (teriebih pula jika petugasnya seorang laki-laki).
g. Ketidak percayaan dan ketidaksenangan pada tenaga kesehatan secara umum beberapa anggota masyarakat tidak mempercayai semua petugas kesehatan pemerintah.
h.Ibu dan anggota keluarganya tidak mampu membayar atau tidak mempunyai waktu untuk memeriksakan kehamilan
(Wibisana, 2008).